Ayat-Ayat Cinta "Mengadakan yang tiada, meniadakan yang ada"

Meskipun mas Hanung Bramantyo berkali-kali menyatakan ini hanya Film yang diadaptasi dari sebuah novel, tetapi tetap saja keberadaannya selalu dikaitkan dengan novel aslinya. Baik penokohan, maupun alur cerita. diluar Film ini laku keras, hingga semua pejabat teras turut menonton, entah untuk kepentingan budaya atau kampanye! kita tidak bisa mengkritik pemilihan pemain, meski pemeran Maria, berakting sangat mengecewakan, suaranya terlalu cempreng, gayanya terlalu child, meski ia cantik. untungnya Fakhri dan Aisha, berakting sangat memukau.
Memang tidak mungkin memindahkan bahasa novel kedalam bahasa kamera secara presisi. Mas Hanung idenya sangat banyak, hingga lompatan ceritanya sangat cepat, hingga kalau orang yang belum baca novelnya, bisa-bisa enggak langsung ngerti.
Dari film dimulai sudah menampilkan gelagat "mengadakan yang tiada" Maria tidak pernah memasuki flat para cowok dari Indonesia itu, kecuali ketika flat mereka bocor dari kamar mandi rumah kel. Maria. ada alur yang tumpang tindih, maju mundur enggak jelas di tengah-tengah. bukannya Naura setelah bertemu kel. aslinya tidak pernah lagi bertemu dengan Bahadur????? tetapi kenapa terkesan perkosaan itu terjadi setelah Naura ditolong oleh maria?? dengan dialog Bahadur usai pemerkosaan. Dan Maria tidak pernah tertabrak. Dan ketika film hampir berakhir! Kang Abik tidak pernah menyatakan bahwa Fakhri menyatukan kedua istrinya dalam satu rumah, dalam kamar yang bersebelahan!!!!!
Sudah sangat jelas dihalaman terakhir novelnya, kang Abik menulis ayat-ayat cinta merujuk pada banyak buku, (semacam daftar pustaka) dan saya yakin kang Abik sangat tahu bahwa Rasulullah melarang menyatukan istri dalam satu rumah kecuali mereka ridha atasnya.
Hanung Bramantio mestinya belajar agama dulu sebelum membuat film ini, dan kang Abik kenapa diam saja novelnya jadi porak poranda begini!? Hmmm....tokoh Maria menjadi merusak citranya di dalam novel.

Read More......